Sungkeman yaiku: Upacara Pernikahan Adat Jawa dengan Makna Sangat Dalam

Salah satu adat pernikahan Jawa yang cukup menarik adalah sungkeman. Dalam bahasa Jawa, “Sungkeman yaiku pinanganten nyuwun pangestu marang wong tuwa.” Artinya, kedua mempelai meminta restu kepada kedua orang tuanya.

Ritual ini bertujuan agar ketika mereka sudah menjalani hidup berdua bisa mendapatkan berkah dari Yang Maha Kuasa karena telah mendapatkan restu orang tua. Namun, tahukah kamu bahwa di sisi lain terdapat berbagai makna luar biasa dari adat tersebut?

Sungkeman, Upacara Pernikahan Adat Jawa dengan Makna Sangat Dalam
id.pinterest.com/pin/422986589985653926/

Mengenal Pengertian Sungkeman

Di bagian awal tadi sudah dijelaskan bahwa “sungkeman yaiku nyuwun pangestu wong tua kekalih.” Karena itulah, ketika ritual ini dilakukan kerap terjadi isak tangis haru baik dari pihak mempelai maupun orang tuanya.

Makna upacara ini sebenarnya sangat dalam seperti halnya kebudayaan Jawa lainnya. Tidak heran jika sampai sekarang adat tersebut masih tetap dilakukan di tengah perkembangan zaman. Konon, ketika mendapat restu, pernikahan akan menjadi lebih langgeng.

Baca Juga : Seserahan Pernikahan

Makna Upacara Sungkeman

Perlu diketahui bahwa kebudayaan Jawa sangat menekankan saling menghormati, terutama kepada pihak lebih tua. Secara istilah, sungkeman sendiri mempunyai arti tanda hormat dan bakti. Dalam konteks pernikahan, bakti tersebut ditujukan pada kedua orang tua.

Jadi, bisa dikatakan selain sekadar meminta restu, adat tersebut juga bertujuan meminta maaf apabila selama menjadi anak masih memiliki banyak kesalahan. Selain itu, masih ada beberapa makna lain yang tentunya sangat dalam. Apa saja itu?

1. Sebagai usaha penyadaran diri

Manusia memang tempatnya kesalahan. Ritual ini mempunyai makna cukup dalam, yakni sebagai usaha dalam menyadarkan diri bahwa kesalahan pasti pernah dilakukan, baik itu oleh anak maupun orang tuanya.

Itulah sebabnya banyak pendahulu mengatakan, “Tujuane sungkeman yaiku nyadarno awak marang salah” yang berarti menyadarkan diri akan kesalahan setiap individu. Jadi, karena sifatnya cenderung universal, mungkin saja daerah lain memiliki ritual sama hanya berbeda nama saja.

2. Menjadi sarana merendahkan hati

Kesalahan tidak memandang usia. Bahkan, yang lebih tua pun tetap pernah melakukan kesalahan. Oleh karena itu, ritual ini menjadi salah satu sarana merendahkan hati bahwa terlepas dari usia, kedua pihak tetap harus merendah serta menyingkirkan ego masing-masing.

Di satu sisi, seorang anak pasti sering melakukan kesalahan. Begitu juga dengan orang tua, mulai dari cara mendidik, bagaimana memberikan teguran, dan sebagainya.

3. Sebagai bentuk rasa terima kasih

Setelah menjalani proses pernikahan, maka pasangan akan menjalankan rumah tangganya sendiri tanpa adanya campur tangan pihak lain. Bisa dikatakan itu adalah wujud “perpisahan” antara anak dan orang tuanya.

Oleh karena itu, di upacara ini rasa terima kasih diwujudkan oleh mempelai karena sejak kecil hingga dewasa telah merawat dengan sangat baik. Tanpa kasih sayang mereka, mungkin saja perjalanan selama ini tidak akan berjalan baik.

Apakah Sungkeman Hanya Dilakukan oleh Adat Jawa?

Mengingat filosofinya yang sangat tinggi, tentu saja makna ritual ini sangat universal dan tidak terikat pada satu suku saja. Di daerah lain pun kemungkinan memiliki upacara serupa. Hanya saja, penamaannya saja yang berbeda.

Sayangnya, di beberapa acara pernikahan tidak mengadakan upacara tersebut karena mengikuti pesta modern. Ritual ini kemudian digantikan dengan sesi live musik atau benar-benar dihilangkan.

Jadi, istilah pernikahan adat jawa bahwa “sungkeman yaiku nyuwun pangestu marang wong tuwa kekalih” yang berarti wujud permintaan restu kepada orang tua mempunyai makan lebih luas. Dikarenakan maknanya sangat positif, akan lebih baik jika adat tersebut terus dipertahankan oleh para generasi penerus.

Tinggalkan komentar